Kamis, 14 Januari 2010

Puisi Kehidupan

Orang asing bukanlah orang yang merantau ke negeri syam atau yaman. Tapi orang asing (yang hakiki) adalah, orang yangg merantau ke kuburnya bersama kain kafan
Sungguh si perantau punya hak yang harus dipenuhi. Oleh tuan rumah yang daerahnya sedang dilalui

Janganlah kau hardik orang asing ketika sedang dalam perantauan. Karena masa telah menghardiknya dengan kehinaan dan banyak cobaan.
Perantauanku jauh… padahal bekalku tidak mencukupi. Kekuatanku semakin rapuh… sedang mati terus meminta diri. Aku tentu punya banyak sisa dosa, yang aku tidak mengetahuinya. Dosa saat sendiri, maupun saat bersama, tapi Alloh pasti mengetahuinya.

Betapa sayangnya Alloh padaku… karena telah menangguhkan hukuman-Nya. Bahkan Dia tetap menutupi dosaku… meski aku terus melakukannya.
Hari-hariku terus berjalan. Tanpa penyesalan, tangisan, ketakutan, ataupun kesedihan

Akulah orang yang biasa menutup pintu. Untuk giat dalam maksiat, padahal Mata Alloh selalu mengawasiku.

Salah sudah tercatat, dalam kelalaian yang telah lewat. Dan sekarang, tinggal penyesalan di hati yang terus menyayat-nyayat.

Biarkanlah ku ratapi dan ku ajak diriku untuk muhasabah(menilai) dan prihatin dalam sisa masa hidupku. Wahai orang yang selalu menghinaku, tinggalkan hinaanmu! karena jika kau tahu keadaanku, tentu kau takkan melakukan itu

Biarkanlah ku usap linangan air mata, yang tak mau berhenti ini. Maka adakah tetesan air mata ini, dapat menyelamatkan diri?!

Dan seakan-akan aku sekarang tergeletak tak berdaya diatas ranjang, di hadapan seluruh sanak keluarga yang membolak-balikkan tubuhku dengan tangan mereka
Lalu berkumpullah di sekelilingku, orang yang meratapiku, menangisiku, memanggil namaku, dan menyesali keadaanku

Mereka telah mendatangkan tabib untuk mengobatiku. Tapi aku yakin, saat ini ia takkan mampu menyembuhkanku.

Selanjutnya nafasku semakin tak karuan. Ajal mulai merenggutku, dari setiap urat nadi, dengan tanpa keramahan dan kehalusan.
Kemudian ruhku keluar dari jasadku yang meronta. Hingga ludahku saat itu menjadi pahit rasa

Mereka pun menutup mataku, Lalu pergi membeli kafan setelah putus asa atas kesembuhanku. Orang yang dulunya paling ku kasihi, Segera mencari pemandi mayat yang mau menghampiri

Dia mengatakan: Wahai kaumku, kami ingin pemandi mayat yang lihai merdeka, ahli syair, cerdas, mengerti, dan pandai.
Akhirnya datanglah seorang dari mereka menghampiriku ia melepas pakaianku, menelanjangiku, dan menyendirikanku.

Dengan terlentang di gerabah, ia membiarkanku sedang pancuran air yang akan membersihkan ada di atasku. Ia pun mengucurkan air dari atasku, membilasku dengan tiga bilasan. Dan setelah itu, ia meminta orang-orang agar mendatangkan kain Kafan.
Orang-orang itu memakaikan padaku pakaian yang tanpa saku. Dan jadilah bekalku hanya parfum kematian, ketika mereka memarfumiku.

Mereka kini telah mengeluarkanku dari dunia, duhai malangnya aku. Sebagai seorang perantau tanpa bekal yang dapat mengantarkanku.
Mulailah 4 lelaki mengangkat jasadku di atas pundak. Dan di belakangku terlihat para pelayat yang mengarak. Mereka lalu meletakkanku di mihrob depan. Lalu mundur ke belakang imam untuk sholat, dan mengucapkan kata perpisahan.

Mereka menyolatiku, dengan sholat yang tanpa ada ruku’ dan sujudnya. Dengan iringan doa semoga Alloh mencurahkan padaku rahmat-Nya.
(Sampai di kuburan), mereka menurunkanku ke liang lahat dengan perlan. Dan mulailah salah satu dari mereka menguburkan.

Dia membuka kain yang menutupi wajahku untuk melihatku. Hingga mengucur dari kedua matanya, air yang mampu menenggelamkanku.
Ia kemudian berdiri dengan penuh hormat… Dan dengan tekad yang bulat…
ia menata bata di atasku… lalu beranjak meninggalkanku…
Ia mengatakan: “Uruklah dia dengan tanah kuburan
Dan raihlah pahala kebaikan dari Ar-Rohman, yang memiliki banyak pemberian!

Di liang kubur yang gelap itu, tak ada bapak yang penyayang
Tak ada ibu, atau pun saudara yang dapat membuatmu senang (Setelah itu) datanglah sosok yang membuatku gemetar, ketika mata ini menatapnya. Karena tampang yang sangat menakutkan orang yang melihatnya. Itulah malaikat Munkar dan Nakir… Apa yang akan ku katakan kepada mereka?!

Di saat mereka benar-benar telah membuatku sangat takut dan kaget tiada tara. Mereka mulai mendudukkanku, dan mengintrogasiku. Sungguh ya Tuhan, tiada seorang pun selain Engkau yang dapat menyelamatkanku. Maka berikanlah maaf-Mu padaku, wahai Harapanku. Sungguh aku sekarang terjerat dan tergadai oleh dosa-dosaku.

Adapun keluargaku… setelah pulang, mereka membagi-bagi hartaku. Di lain sisi, dosa-dosaku menjadi semakin terasa berat di pundakku. Sedang istriku… ia mencari suami lain yang menjadi pengganti sepeninggalku. Lalu menyerahkan kekuasaan harta dan rumah padanya (yang dulunya adalah milikku)

Adapun anakku… mereka berubah menjadi budaknya yang harus melayaninya. Sedang hartaku… sekarang semuanya menjadi halal dan barang gratis untuk mereka.
Oleh karena itu, janganlah engkau terkecoh dengan dunia dan perhiasannya! Lihatlah apa yang diperbuatnya kepada tempat tinggal dan keluarganya. Lihatlah orang yang berhasil mengumpulkan dunia seisinya. Apakah ia akan pergi dari dunia dengan selain hanuth (parfum kematian) dan kafannya?!

Bersikaplah qona’ah (menerima dan merasa cukup) dan rela terhadap dunia! walau kau hanya memiliki badan yang sehat (dan hidup sederhana). Wahai penanam kebaikan… pasti kau nanti akan memanen buahnya. Wahai penanam keburukan… pasti kau akan dimintai tanggung jawabnya.

Wahai jiwa ini, berhentilah menjalani maksiatmu. Dan mulailah beramal yang baik,
semoga Alloh merahmatimu. Wahai jiwa ini, segeralah bertaubat dan lakukanlah kebaikan. Semoga engkau raih balasan kebaikan, saat melewati kematian.
Semoga sholawat tercurahkan kepada Nabi dan Penghulu pilihan. Selama kilat masih menerangi negeri Syam dan dataran Yaman. Segala puji bagi Alloh, yang ketika pagi dan sore selalu memberi kita kebaikan. Juga maaf, ke-ihsan-an, dan banyak lagi pemberian

(Untaian kata diatas adalah tarjamahan syair milik Zainal Abidin -rohimahulloh-)





Alih bahasa oleh: Addariny, di Madinah, 21 /11/1430 H
http://addariny.wordpress.com/2009/11/08/akhir-perjalanan-sang-perantau/#more-1213


Tidak ada komentar:

Posting Komentar