Rabu, 14 Oktober 2009

Sriwijaya Sang Penakluk


PRASASTI Kota Kapur (686 Masehi): ...kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bhumi jawa yang tidak takluk pada Sriwijaya.

TERJEMAHAN dari tulisan Pallawa berbahasa Melayu Kuna yang dikutip ini, merupakan bagian akhir (dari 10 bagian) isi Prasasti Kota Kapur yang dipahatkan di batu. Penemuan tahun 1892 di kawasan yang kini Situs Benteng Kota Kapur, sejak awal abad-20 membuka perdebatan hangat kalangan ilmuwan.

Bambang Budi Utomo (55), arkeolog Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, adalah salah satu arkeolog yang memiliki argumentasi bahwa Palembang adalah pusat peradaban Kedatuan Sriwijaya. Tahun 1990 silam ia meneliti Situs Benteng Kota Kapur.
Situs berlokasi sekitar 3 kilometer dari Selat Bangka dan sejumlah temuan artefaknya ini menarik bagi peneliti lain. Tommy, panggilan akrab teman-temannya sesama arkeolog secara konsisten merangkai dan menyusun ulang mozaik satu demi satu.

Bukan gawe mudah untuk merangkai temuan benda-benda purbakala itu. Temuan harus dianalisa dan disimpulkan untuk dipertanggungjawabkan secara moral. Situs Kota Kapur, Talangtuo dan Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, merupakan rangkaian penemuan yang menunjukkan ada peradaban besar yang berlangsung di milenium pertama penanggalan Masehi.

Sampai ke Jawa Peradaban maritim masa lalu begitu kuat dan teknologi kelautan sudah dimiliki. Tommy secara konsisten pula menelisik bukti-bukti arkeologi yang menunjukkan armada Sriwijaya dalam memperluas pengaruhnya. Baik secara politis, maupun ekonomi.
Sejarah mencatat bahwa kekuasaan Sriwijaya begitu besar, terutama di Selat Malaka. Prasasti Kota Kapur yang menuliskan bahwa bala tentara Sriwijaya dikerahkan ke bhumi jawa, menurut Tommy, dikaitkan dengan temuan-temuan arkeologi di Karawang, Jawa Barat, bagian utara.

Tidak ada catatan tertulis bahwa kerajaan di Jawa ditaklukkan Sriwijaya. Sama seperti tak ditemukan bukti tertulis kapan sebenarnya keruntuhan Kedatuan Sriwijaya setelah diserang Kerajaan Cola (India Selatan). Kemudian ditemukannya besarnya pengaruh peradaban Majapahit di Palembang sampai jauh ke bagian hulu Sungai Musi, termasuk melalui anak-anak sungai dan Batanghari.

Tommy memberikan penekanan khusus tentang Selat Bangka. Ia menyebut selat ini merupakan salah satu kawasan pelayaran tersibuk di Asia Tenggara, setelah Selat Malaka.

Peradaban bahari masa lalu yang begitu menonjol sebenarnya tetap terasa dalam masyarakat pesisir Pulau Bangka. Termasuk masyarakat yang bermukim di kawasan sekitar situs Benteng Kota Kapur, yang berada di Desa Kotakapur, Kecamatan Mendo Barat (Kabupaten Bangka), sebelum Bangka-Belitung menjadi provinsi.

Entah atas inisiatif siapa, tugu selamat datang yang terletak di tengah desa itu tertulis “desa wisata”. Ini sempat membingungkan Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Bangka-Belitung, Yan Megawandi (45). Yang pasti, tim peneliti terus berdatangan termasuk peneliti dari Prancis, Pierre-Yves Manguin. Nama sejumlah arkeolog dalam dan luar negeri, begitu akrab di telinga warga.

Apakah sejarah berulang? Kota Kapur tetap akan menjadi tempat persinggahan pelancong dengan segala kepentingannya, penelitian maupun wisata. Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti, menyarankan pemerintah Provinsi Bangka-Belitung memfungsikan kawasan situs agar bermanfaat bagi masyarakat, wisata pendidikan.

Mendidik dan mengingatkan, di daerah ini pernah ada sebuah armada maritim yang memiliki pengaruh dominan, secara politis dan ekonomi. Dominasi yang direbut oleh negara-negara modern, hingga kini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar